Berkah Berjejer di Pasar Kuliner
DARI kejauhan gemerlap lampu terlihat dari balik gerimis. Semakin dekat, hamparan gerobak hijau rapi berbaris.
Pasar Kuliner baru, begitu sebut masyarakat saat mengunjungi tempat itu. Ada puluhan gerobak tertata membentuk huruf U. Setibanya, kami melihat asap pembakaran sate dan klakson kendaraan berkelindan memenuhi udara. Tempat itu berlokasi tepat di Eks RSUD Kotamobagu. Lokasi yang cukup sentral dan strategis untuk pedagang kuliner.
Kotamobagu adalah pusat gelombang kesibukan masyarakat urban yang tak pernah surut. Saat pagi bermula hingga senja menyapa, manusia dengan segala macam urusan berlomba dengan waktu menunaikan target kapital demi kelangsungan hidup masing-masing. Di saat malam menjelang, setelah guyuran air menghanyutkan letih bersama gelembung-gelembung sabun, tiba waktunya mengeksploitasi ibu kota dengan cara yang berbeda. Menikmati kuliner bersama keluarga.
Namun tradisi guyub nan santai sembari menikmati bakso, nasi goreng, sate dan segala jenis makanan wajib ala pasar malam di pusat kota itu akhirnya terhenti ketika pembatasan jam operasional dan penutupan aktivitas jual beli di Pasar Jajan Jalan Kartini diterapkan Pemerintah Kota Kotamobagu ketika pandemi melanda Indonesia. Upaya memutus rantai penyebaran virus Covid-19 ini tidak saja menciderai kesakralan malam para pemburu comford food ala kaki lima atau mereka yang ingin memanjakan anak dengan berbagai wahana bermain, namun juga berdampak terhadap perekonomian masyarakat yang berkecimpung di dunia bisnis makanan.
“Setelah diberlakukan pembatasan jam operasional hingga ditutupnya tempat jualan di Jalan Kartini, saya kerap berpindah-pindah tempat berjualan. Itu dari Maret sampai Mei. Akhirnya saya putuskan pulang kampung,” kata Dani yang telah bertahun-tahun menggantungkan hidup dari berjualan bakso dan nasi goreng
Ia mengaku sempat frustrasi karena kesulitan ekonomi yang dialaminya ketika penutupan aktivitas jual beli diterapkan pemerintah kota.
“Ekonomi menjadi sulit. Tidak mungkin berjualan dari rumah, mengharap untung, malah buntung,” ungkapnya kepada Berandakota.
Paras Jalan Kartini memang selalu ramai merona. Siang hari, kita disuguhkan aktivitas manusia lalu-lalang di area pertokoan yang menjual beragam kebutuhan primer masyarakat, dan berubah menjadi tenda-tenda kuliner dan aneka hiburan ketika malam hari. Kebanyakan orang mendatangi pusat kuliner karena ingin menikmati makanan nikmat dan praktis, bahkan ada pengunjung yang rela bepergian jauh untuk sekadar memanjakan anak di atas odong-odong atau bianglala mini yang setiap malam beroperasi di lokasi itu.
“Saat pandemi, sekira lima bulan saya nganggur, tidak kerja apa pun. setelah lebaran memang saya vakum. Sempat berpindah-pindah tempat, namun tidak seramai dulu. Mungkin karena virus,” kata Pak Tami, pemilik odong-odong sembari tertawa akrab bersama Berandakota.
Keluhan para penggiat bisnis kuliner kaki lima ini kemudian direspons oleh Pemerintah Kota Kotamobagu dengan membangun Pasar Kuliner yang modern dan ramah pengunjung di area eks RSUD Datoe Binangkang Kotamobagu. Walaupun sempat vakum beberapa bulan, kini tampak bahwa pemerintah berhasil menjawab masalah ekonomi masyarakat di tengah keadaan yang sukar dan tak pasti. Pasar kuliner menjadi ruang makan baru bagi masyarakat Kotamobagu.
“Sekitar puluhan pedagang di ruas jalan itu, bermohon ke wali kota untuk bisa difasilitasi dibuatkan lokasi yang representatif untuk mereka berjualan,” kata Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah (BPKAD) Kota Kotamobagu Sugiarto Yunus, Jumat (7/1).
Sugiarto menguraikan bahwa saat itu ada dua pilihan yang diberikan oleh Wali Kota untuk memfasilitasi keluhan para pedagang yang terdampak: menambah fasilitas Pasar Genggulang untuk mereka atau dibuatkan fasilitas baru di lokasi Eks Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Datoe Binangkang.
“Ketika muncul dua pilihan itu, dilakukan kajian termasuk oleh tim dari Inspektorat Daerah, sesuai Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2020 tentang refocusing kegiatan, realokasi anggaran, serta pengadaan barang dan jasa dalam rangka percepatan penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).”
Pasar Kuliner Kotamobagu hadir untuk menggantikan peran Pasar Jajan di Jalan Kartini yang puluhan tahun menjadi primadona masyarakat Kotamobagu ketika hendak bersantai menikmati berbagai jenis olahan makanan.
Jika Pasar Jajan di Jalan Kartini digelar oleh pedagang di emperan toko, dengan tenda berjejer tak beraturan hingga memakan badan jalan, parkiran kendaraan yang semrawut, dan mengakibatkan kemacetan, sangat kontras ketika dibandingkan dengan Pasar Kuliner yang baru saja diresmikan Pemerintah Kota Kotamobagu pada 29 Desember tahun lalu. Lapak dagangan tertata dengan rapi di area yang lapang, dengan desain terkonsep dan lebih terorganisir, memberi panorama khas wisata kuliner yang sempurna bagi para pengunjung dan praktis bagi para pedagang. Dengan pengelolaan yang baik dan teratur, protokol pencegahan Covid-19 menjadi mudah untuk diterapkan.
Solusi pemerintah terhadap keluhan masyarakat ini mampu menyelesaikan dua persoalan sekaligus. Perbaikan ekonomi para pedagang yang terdampak pandemik dan penataan wajah kota yang lebih indah di malam hari, karena para penjual terfokus di satu area sentral di pusat kota.
Setiap gerak pasti meniscayakan perubahan. Gerakan cepat pemerintah Kota Kotamobagu dalam menyelesaikan persoalan para pedagang berimplikasi pada berubahnya perilaku interaksi masyarakat dan pedagang yang terlibat dalam proses niaga di lokasi pasar kuliner yang baru. Sehingga para pedagang butuh penyesuaian dengan keadaan yang baru. Pun dengan para pengunjungnya. Beberapa pedagang harus berjaga dengan kesunyian dan yang lainnya terpaksa tidak berjualan. Mereka berhadapan dengan dua hal: pandemik dan sepi pengunjung. “Mungkin karena pengaruh Covid-19,” kata Ranti sambil memandang gorengannya yang belum berkurang.
“Dan mungkin gerobak jualan saya berada jauh dari tempat masuk.”
Tapi apa pun keadaannya lokasi baru itu adalah berkah di tengah badai pandemi yang enggan surut sampai hari ini. “Daripada tidak berjualan sama sekali,” lanjut Ranti sambil tertawa bimbang melihat keadaan sekitar.
Ranti adalah salah satu pedagang yang hijrah dari Jalan Kartini ke Pasar Kuliner Baru. Gerobaknya berada di barisan paling pojok dari gerbang utama pasar kuliner, nyaris tak bisa dijangkau mata di tengah puluhan gerobak yang ada. Sementara yang lain menerima pengunjung yang banyak, ia dengan tabah bertaruh dengan kesepian bersama gorengannya yang mulai dingin.
Namun, di balik pemandangan baru dan indah di malam itu, salah satu pengunjung yang ditemui Berandakota mengatakan bahwa ia merasa termanjakan dengan situasi yang ada. Juan, salah satu pengunjung setia Pasar Jajan di Jalan Kartini mengatakan ihwal pasar yang baru dibangun pemerintah itu. Ia sempat kehilangan setelah pemerintah menutup Pasar Jajan di Jalan Kartini karena pandemi. “Setelah ditutup, saya kembali masak sendiri di kos. Setelah tempat ini dibuka, saya tak lagi kesulitan mencari makanan,” ujarnya saat sedang menunggu pesanannya selesai diolah. “Saya terperangah dengan barisan gerobak setelah memasuki jalan utama pasar ini,” katanya lagi.
Jam mulai beranjak pukul 22:30. Sementara gerimis masih asyik beradu dengan asap dari pembakaran sate dan jagung. Satu-persatu pengunjung mulai merapikan jas hujannya. “Ayah, apa hujannya sudah reda?” tanya Ica kepada ayahnya yang sedang memastikan keadaan langit. Ica adalah anak perempuan penggemar sate di Jalan Kartini. Ia datang bersama ayahnya menembus hujan demi beberapa tusuk sate hangat. “Akhirnya saya bertemu lagi dengan mas penjual sate langganan saya,” kata anak perempuan yang sedang duduk di bangku sekolah dasar itu. “Pemerintah sangat baik ke pedagang-pedagang di sini.”
Setelah beberapa menit ia dan ayahnya pergi, tempat itu tampak mulai lengang. Cahaya lampu yang berjejer perlahan ditutupi kabut, pertanda malam semakin tebal dan pekat. Suara-suara klakson kendaraan serta dentingan piring yang dicuci tak terdengar lagi. Para pedagang bergegas pulang sambil membersihkan gerobak mereka yang berminyak hasil percikan gorengan. Sementara gerimis masih berjatuhan memenuhi jalanan, kami pun bersiap pulang membawa cerita bahagia di kantong kami untuk kemudian ditulis dan dikabarkan ke mereka yang belum sempat tahu bahwa kita di Kotamobagu punya Pasar Kuliner baru yang patut disyukuri dan dibanggakan bersama. (*red)