Menyeruput Kopi Sore di Sore Kopi

0 780

BERANDAKOTA-Kopi membentuk sejarahnya sendiri hingga kini. Dimana selama lima abad peminum kopi yang tak mengenal muasal dari produsen kopi terhubung sedemikian rupa. Mengenai para buruh di Eropa dan USA yang menyambut pagi dengan kopi sejak Revolusi Industri sampai sekarang. Tentang para pemikir bebas yang berdebat di kedai-kedai kopi di Perancis. Tentang sebagian masyarakat Bolaang Mongondow yang memulai aktivitas pagi dan mengakhirnya dengan kopi hitam dan kue Panada. Tentang pembicaraan remeh hingga serius yang berkelindan di sudut-sudut kedai tanpa diteror rutinintas yang kering dan hampa. Tentang harapan yang diletakkan di atas meja dan debu rokok yang sering berguguran di luar asbak. Kesemuanya menandai apa yang disebut kultur kopi.

Kultur itu merambat hingga ke kisah Sore Kopi, kedai kopi minimalis dengan konsep outdoor yang ada di Kotamobagu. Meski baru berjalan dua bulan, kedai ini semacam memberi pengalaman unik bagi para pengunjungnya, yakni pengalaman dimana jejak kopi dapat dibaca tak melulu lewat rasa, tapi juga sejarah. Firli Yogiteten, salah satu pengelola Sore Kopi, memberi gambaran pada percakapan malam itu. “Pengunjung tak hanya dapat menyesap secangkir kopi dengan menu andalannya, Kopi Sore dan Es Kopi Sore,” ujarnya. “Tapi juga ruang terbuka dan kata-kata yang bejejeran di rak Rumah Baca yang ada di sampingnya.”

Sore Kopi meletakkan semangat dan harapannya tepat di Jalan lintas Sinindian, Kecamatan Kotamobagu Timur, Kotamobagu. Tempat dimana imajinasi dan aktivitas literasi jauh dari pekik klakson kendaraan dan kesibukan kota.

Sore Kopi mengusung konsep yang berbeda dari sekadar menyajikan kopi, seperti kata Firli. Di sana, ada juga Rumah Baca yang merupakan perpustakaan, toko buku, dan community hub. “Bedanya, Sore Kopi memaksimalkan betul potensi kedai sebagai ruang publik. Tak hanya sebagai tempat ngopi, kedai ini berupaya menjadi tempat pertukaran gagasan dan informasi,” ujar Firli.

Pertukaran gagasan dan informasi diupayakan Sore Kopi dengan melibatkan berbagai kalangan buat memanfaatkan ruang di Sore Kopi. Para pengelolanya berangkat dari latar belakang yang berbeda, namun memiliki niat yang sama untuk menjajakan gagasan, kopi, dan buku. 

“Dengan rutin kami mengadakan kegiatan yang melibatkan berbagai komunitas dan insan kreatif. Meski sederhana, dalam hal ini, kami berjalan beriringan dengan Rumah Baca yang berisi perpustakaan, toko buku, dan community hub yang kebetulan berada satu lahan dengan Sore Kopi,” tambahnya.

Segmen pasar Sore Kopi sendiri adalah anak muda. Bagi Maqhfyra Restuningtias, yang juga salah satu pengelola Sore Kopi, anak muda memiliki potensi besar membawa perubahan positif. Dengan demikian, misi literasi dalam segala hal dilakukan bersama Rumah Baca. Di tengah arus informasi yang begitu melimpah, Sore Kopi memberi nuansa eksotis demi mengisi waktu luang anak muda dengan hal-hal positif. “Di era ketika arus informasi begitu deras, ada banyak sekali pilihan menghabiskan waktu luang,” ujar Maqhfyra. “Kami memberikan sekian banyak cara mengisi waktu luang tersebut lewat berbagai hal positif, dengan pendekatan yang cenderung pop.”

Sebenarnya jauh sebelum memulai, kata Maqhfyra, kami Sore Kopi telah mengamati pasar kedai kopi di Kotamobagu yang berkembang meskipun sebenarnya tidak terlalu signifikan. “Di satu sisi, berkumpul di kedai telah berkembang menjadi sebuah kultur baru,” tuturnya. “Di sisi lain, anak-anak muda, yang menjadi segmen pasarnya, punya kecenderungan untuk keluar dari Kotamobagu pada fase tertentu.”

Salah satu alasannya, bagi Maqhfyra, adalah untuk melanjutkan pendidikan. Sementara di kota-kota besar, perkembangan kedai kopi rasa-rasanya berbanding lurus dengan perkembangan pasar. Dengan alasan itu, Sore Kopi merasa harus berbuat sesuatu untuk menyesuaikan diri.

“Cara untuk bertahan mau tidak mau adalah dengan terus bergerak. Selain terus mempertahankan kenyamanan dan menghadirkan hal yang baru dari segi desain kedai dan cita rasa yang khas, kami juga berupaya untuk terus mengadakan kegiatan dengan mengundang berbagai komunitas/insan kreatif untuk ikut terlibat,” tambahnya.

Sejauh ini, Sore Kopi sudah mengadakan beberapa kali diskusi dengan sajian musik indie di akhir setiap kegiatan. Anak muda dan beberapa komunitas literasi di Kotamobagu terlibat dengan antusias. Sore Kopi adalah oase bagi Warga Bolaang Mongondow. 

Jika malam hari, suasana Sore Kopi terlihat simplisitis dengan lampu remang yang menyinari setiap sudut pelataran. Sedangkan dari pengunjungnya, kaum mudalah pengunjung setianya. Sesuai harapan dari pihak Sore kopi sendiri.

Sore Kopi mekar dengan warna berbeda di tengah kedai-kedai kopi yang mulai tumbuh di Kotamobagu. Kombinasi usaha kreatif dan literasinya melahirkan semacam seni yang memberi jiwa dan nuansa yang tak kalah indahnya dengan kedai mewah lainnya. (ndax)

 

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.