Ngopi di Beranda, bersama Gizza Lasabuda S.Ked
BERANDAKOTA
Anandi Gopal Joshi adalah ingatan dunia. Sosok wanita yang perjuangannya membuat kita melihat seorang dokter sebagai sesosok malaikat di hadapan rasa sakit manusia. Ia pernah mengisi Google Doodle pada 31 Maret 2018 untuk menghormati kelahirannya. Dan menariknya lagi, ia merupakan wanita pertama dari India yang belajar dan lulus dengan gelar sarjana kedokteran di Amerika serikat.
Ia memilih menjadi dokter karena nasibnya yang tragis. Ia harus menerima keadaan anaknya yang sakit hingga meninggal disebabkan kurangnya fasilitas medis. Ia kemudian memutuskan berangkat ke Amerika Serikat untuk mengejar gelar kedokteran.
Sesampainya di Amerika, dia menulis untuk Women’s Medical College of Pennsylvania demi meminta kesempatan mengikuti program medis. Tapi usahanya itu tak begitu berjalan mulus. Ia sadar bahwa kemampuannya tak memenuhi standar perguruan tinggi yang ada di sana. Dengan niat dan harapan sekeras batu, ia munulis dalam lamarannya:
“Ini demi memberikan kesempatan untuk para perempuan di negara saya yang kekurangan bantuan medis, sehingga mereka bisa mendapatkan apa yang dibutuhkan di sana”. Hingga akhirnya ia diterima.
Dan untuk menghormati orang-orang yang memilih profesi mulia ini, rubrik Ngopi di beranda kali ini, kami mengundang seorang calon dokter yang memiki cerita hampir serupa dengan Anandi Gopal Joshi, dimana Kematian dan turbulensi hidup menjadi alasan mereka memilih dokter sebagai jalan juang untuk kemanusiaan.
Berikut petikan wawancara wartawan Berandakota.com Sandi Gautama Mokoagow bersama Gizza Lasabuda.
BK: Hallo, Kak Gizza. apa kabar ?
GL: Hallo juga Beranda Kota, Alhamdulillah sehat walafiat
BK: Ok kak, Giza, Mengapa memilih dokter sebagai profesi , bukan Model atau Pramugari ?
GL: Hahaha.. “model majalah bobo staw “!?. sejak dulu saya percaya bahwa Tuhan telah mengatur setiap takdir manusia. Ajal, Jodoh, rezeki, termasuk profesi. Saat saya duduk di bangku SMP, adik pertama saya meninggal dunia karna sakit. Melihat keadaannya ketika sakit itulah yang memotivasi saya untuk mengambil profesi ini. Tuhan mengatur dan mungkin alam memberi pertanda.
BK: Sebagai calon dokter yang sedang Coass, apakah anda menikmati pekerjaan anda ?
GL: Sangat menikmati. Walaupun untuk menjadi seorang dokter, syarat-syaratnya tidak mudah dan butuh perjuangan yang berat. Saya pernah berada di titik terendah dalam hidup dalam proses berjuang menjadi dokter. namun kembali bangkit karena bagi saya cita-cita dalah hutang kepada diri sendiri yang harus dibayar lunas. Yah, sejauh ini saya sangat menikmati. “the only way to do great work is to love the work that you do” ya, kan?
BK: Apa saja hobi anda ?
GL: Selain membaca, saya juga hobi bermain game. PUBG salah satunya. Tapi untuk hobi game ini harus dibatasi karna klo gak di “rem” lama kelamaan bisa addict dan ganggu kegiatan saya yang utama.
BK: Buku apa yang sering anda baca ?
GL: Saya tertarik dengan fiksi ilmiah, salah satunya Supernova, karya Dewi Lestari. Saya mengoleksi novelnya mulai dari Ksatria, Puteri dan Bintang Jatuh, hingga Inteligensi Embun Pagi. Novel yang menarik, kaya informasi dan pengetahuan.
BK: Apakah ada aktivitas atau pekerjaan selain pekerjaan utama anda sebagai dokter muda ?
GL: Pekerjaan lain saya adalah sebagai ibu rumah tangga. Saya punya dua orang putri kecil yang masih sangat membutuhkan perhatian dan kasih sayang di rumah.
BK: Menurut anda, dokter perempuan itu seperti apa, sih ?
GL: Menurut saya pribadi yang sedang menjalani pendidikan profesi dokter, menjadi dokter perempuan itu harus kuat mental dan harus bisa me-manage waktu dengan baik. Apalagi jika telah berkeluarga dan memiliki anak. Harus bisa membagi waktu menjadi seorang dokter dan seorang ibu. seorang perempuan menjadi dokter itu tidak mudah. Butuh support dari orang-orang terdekat apalagi keluarga.
BK: Apakah anda punya pengalaman unik atau lucu dengan pasien?
GL: Selama saya menjalani profesi pendidikan Dokter di Rumah Sakit banyak sekali pengalaman lucu dan unik karena kita ketemu banyak sekali orang dengan berbagai karakter. Tapi mungkin yang paling lucu adalah saat saya stase di bagian ilmu kesehatan jiwa. Kebetulan dokter pembimbing saat itu agak “killer”. Terus, saat hari terakhir kita stase di bagian itu absen kami hilang. Padahal si dokter “killer” itu sudah mau visite pasien. Otomatis kita panik dan nyari-nyari absen yang hilang itu. Yang lucunya saat sedang mencari-cari absen, kita sampe harus dibantu oleh pasien-pasien jiwa disitu, karena mereka tau betapa killer-nya dokter pembimbing kami.
BK: Menurut anda, bagaimana kondisi profesi dokter di saat pandemi Covid-19 ini?
GL: Untuk pertanyaan ini, karena mengatas namakan semua profesi dokter saya tidak bisa menjawab banyak soal itu, karena saya pun masih seorang “calon dokter” yang dalam keadaan sekarang belum banyak ambil andil. Tapi secara pribadi saya melihat teman sejawat, senior, dan juga guru-guru saya yang tetap bekerja sesuai sumpah profesi. Mereka rela meninggalkan keluarga dan bekerja di tengah-tengah resiko tinggi untuk tertular. Tidak mudah bekerja dalam tekanan dari berbagai arah seperti sekarang ini. Melihat kegigihan dan pengorbanan mereka inilah yang menurut saya menunjukkan betapa mulianya profesi dokter yang bekerja atas nama kemanusiaan. Oh ya, lewat kesempatan ini, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada seluruh dokter dan tenaga medis yang mendedikasikan diri dalam upaya melawan pandemi ini, “Semangat Sejawat !”
BK: Dokter yang ideal menurut anda seperti apa ?
GL: Sederhana saja sih, melayani pasien dengan jujur dan penuh tanggung jawab saja sudah lebih dari cukup.
BK : Apa tantangan terbesar saat kuliah dan Coass ?
GL : Seperti yang saya katakan diatas, menjalani pendidikan kedokteran tidaklah mudah. Kita harus melalui perjalanan panjang dan wajib memiliki mental sekeras baja. Pendidikan kami menjunjung tinggi Attitude, kedisiplinan waktu dan empati yang tinggi terhadap sesama. Fisik kami-pun dituntut untuk bisa bekerja purna waktu. Tidak mengherankan pendidikan kami seberat ini, karena tanggung jawab yang kelak akan dipikul juga berat. Menyangkut nyawa manusia. Kadang proses ini membuat kami ingin menyerah. Tapi tiap orang punya airmatanya sendiri-sendiri dalam menjalani pendidikan ini. Saya sendiri harus berpisah sementara dengan kedua putri demi menjalani pendidikan profesi. Sungguh sangat tidak mudah, tapi inilah proses. Demi janji pada diri sendiri, demi orang tua dan demi anak-anak saya nantinya. Intinya tetap tekun dan tidak mudah menyerah dalam kondisi apapun.
BK : Terimakasih sudah mau meluangkan waktu untuk mampir dan bercerita dirubrik “Ngopi di beranda”. Sampai jumpa lagi kak.
GL : Iya, sama-sama. Terimakasih sudah mengundang. Jangan lupa tetap patuhi protokol kesehatan pencegahan covid-19.