Ngopi di Beranda Bersama Wahyuningsih Sutrisno
BERANDAKOTA-Tak semua orang peduli atau peka dengan kehidupan sekitarnya. Baik pada lingkungan, sesama makhluk hidup, maupun sesama manusia. Artinya tak semua orang melihat bahwa segala sesuatu di luarnya adalah bagian dari dirinya.
Tapi bagaimana menjadi orang yang peduli itu? Apakah itu dalam bentuk turun ke jalan mengkritik pemerintah, menulis teori tentang lingkungan dan manusia, menulis senja yang pilu, atau sekedar menjadi seorang vegetarian?
Beberapa pertanyaan dimuka mungkin akan terjawab jika kita hendak mengikuti wawancara bersama tamu kece kita minggu ini, seorang guru sekolah sekaligus aktivis lingkungan, Wahyuningsih Sutrisno.
Berikut adalah petikan bincang Berandakota dengan gadis yang karib disapa Ayu.
Halo, apa kabar ibu Ayu?
Baik alhamdulillah. Jangan panggil ibu. Terdengar tua.
Maaf. Apa kesibukan sekarang?
Mengajar. Soalnya saya guru. Juga sebagai dosen di IAIK Kotamobagu.
Guru di sekolah mana?
Saya mengajar di MIN 1 Bolaang Mongondow.
Mengajar mata pelajaran apa?
Al-Qur’an Hadis.
Jadi Ayu guru agama. Memang Ayu kuliah di kampus mana?
Saya mengambil S1 sekaligus pascasarjana di IAIN Manado. Mengambil jurusan pendidikan (Tarbiyah). Saya lulus S1 2015, dan lulus S2 2019.
Status sekarang honorer atau PNS?
Saya sudah PNS.
Pernah ikut organisasi mahasiswa?
Iya, saya ikut HMI. Kalau diinternal kampus saya ikut Lembaga Seni Budaya dan Olahraga (LSBO).
Mengapa Ayu mengambil jurusan pendidikan?
Saya memang suka mengajar dan selain itu ingin bermanfaat bagi banyak orang. Dan itu bisa jadi amal jariah bagi kemanusiaan.
Selain sibuk mengajar apakah ada kesibukan lain?
Saya sekarang mentor di WCD ( World Cleanup Day) Sulut dan pengurus di Komunitas Pendidik dan Peneliti Lintas Agama dan Kepercayaan atau dikenal dengan BEST (Bee Edu Society).
Mengapa bisa ikut bergabung dengan WCD, apakah ayu orang yang peduli lingkungan?
Saya sebenarnya tidak ada pengetahuan mendalam mengenai lingkungan, namun setelah bertemu dengan teman-teman di WCD dan tergabung dalam grup WA yang berisi perwakilan dari 34 provinsi, hati nurani saya terpanggil. Sebab, saya melihat konten yang beredar di grup seperti vidio dan foto-foto lingkungan yang rusak dan penuh sampah plastik. Dan bersamaan dengan itu, gerakan WCD adalah gerakan yang mengkampanyekan pentingya menjaga lingkungan dari sampah plastik. Selain itu, WCD adalah satu gerakan massif yang mengajak masyarakat lebih peduli persoalan lingkungan. Dan bagi saya, ini bagus. Soalnya, ketika dilakukan secara massif, masyarakat dapat melihat pentingnya menjaga lingkungan.
Wah, luar biasa. Kalau BEST?
Kalau BEST itu bergerak di bidang isu-isu pendidikan dan lintas iman. Jadi semangatnya adalah bhineka tunggal ika dengan aktivitas publikasi, dialog, komunikasi, dan penelitian. Ini bagi saya pribadi penting untuk menjaga keberagaman agama tetap dalam kehidupan yang harmonis.
Jadi selain mengajar, Ayu secara bersamaan terlibat dengan isu lingkungan dan isu keberagaman di Indonesia.
Iya, bagi saya semua itu penting. Lingkungan yang baik berarti kehidupan yang baik. Begitu juga dengan beragama yang baik, maka kehidupan beragama juga akan menjadi baik.
Bagaimana pandangan Ayu soal kehidupan beragama di Sulawesi Utara?
Menurut saya sudah bagus, sih. Dan semua orang saya pikir tahu bahwa kehidupan kita di sulut sangat harmonis. Contoh paling konkret adalah hubungan saya dengan kawan-kawan di WCD dimana orang-orang di dalamnya berasal dari latar belakang yang berbeda, baik suku maupun agama. Kami sangat dekat dan tanpa memandang latar belakang.
Apakah itu tidak mengubah persepsi orang mengenai Ayu sebagai guru agama Islam?
Justru guru agama itu mengajarkan untuk tidak membuat sekat. Kebanyakan orang kan menganggap guru agama harus agak ekslusif, tapi tidak bagi saya. Guru agama berperan penting untuk mengajarkan anak didik untuk saling mengharagai sesama manusia meskipun beda agama atau suku.
Keren. Ayu pantas jadi pemimpin besar.
Ah, sagala rupa. (Tertawa)
Nah, kita kembali ke soal pendidikan. Sebagai seorang pendidik, apa pendapat Ayu tentang masalah pendidikan di tengah pandemi saat ini?
Bagi saya, masalah pendidikan saat ini cukup rumit. Pendidikan yang biasanya bertatap muka di kelas kini harus lewat daring. Belum lagi semua siswa belum tentu punya handphone android, yang membuat guru tidak saja mengajar dari rumah tapi harus pergi ke rumah siswa-siswa yang tidak punya handphone. Saya sendiri, mengalami itu. Jadi double, sehabis mengajar daring saya juga mengajar secara langsung kepada siswa yang bersangkutan. Tapi di sisi lain, pandemi ini ada hikmanya. Pendidikan yang soalah menyerahkan semuanya ke guru di sekolah, kini bisa berbagi peran dengan orang tua di rumah berhubung siswa saat ini lebih banyak di rumah.
Guru yang baik itu seperti apa sih menurut Ayu?
Guru yang baik itu yang bertanggungjawab atas keberhasilan siswa, inovatif, kreatif, adaptif, menyenangkan, dan pastinya bisa menjadi teladan bagi anak didik. Kita tahu, banyak guru yang hanya sekedar mengajar, dan bagi saya itu tidak ideal sebagai guru.
Ayu ini memang perempuan yang tangguh dan tak mengenal lelah. Menjadi guru dan dosen sekaligus. Belum lagi sebagai mentor WCD Sulut dan mengurus anak dan suami.
Blum kaweng kita ah, riki calon blum ada. (Tertawa)
Oh, maaf.
Kalau dilakuakan dengan ikhlas, maka semua terasa baik-baik saja. Capek ya capek. Seperti dalam hadis nabi, khairunnas anfa’uhum linnas (sebaik-baik manusia adalah bermanfaat bagi manusia lain). Lagian di satu sisi, saya menikmati aktiviatas saya sebagai guru.
Menjadi perempuan itu seperti apa sih menurut Ayu?
Menurut saya, menjadi perempuan itu harus mandiri. Artinya, harus berdiri di kaki sendiri. Bukan berarti tidak butuh orang lain atau kekasih, tapi semua yang kita pilih akan kembali kepada diri kita sendiri. Perempuan itu harus merdeka. Dunia saat ini terlalu kejam untuk sekedar berharap dan bergantung pada orang lain.
Apakah Ayu punya tokoh perempuan yang menginspirasi?
Cut Nyak Dhien. Dia sosok perempuan yang tangguh dan berani. Ia juga mengispirasi banyak orang. Dan yang paling dikenal dari sosoknya adalah, dia orang yang ditakuti oleh Belanda saat itu sehingga ia terus dikejar karena berbahaya bagi kekusaan. Ia perempuan yang, sebagaimana Cleopatra, punya taktik perang yang bisa mengelabui musuh. Dan semua itu karena dia peka terhadap penderitaan rakyat Aceh di bawah penjajahan Belanda.
Kepekaaan Cut Nyak Dhien terhadap masyarakat mungkin yang membuat. Ayu peka atas problem lingkungan dan pendidikan mungkin.
Bisa saja, sih. Selain kepekaan itu, saya juga jadi orang yang peka karena sering nonton drama Korea. (Tertawa)
Memang hobi nonton film drakor?
Ya, selain jalan-jalan, main game, nonton film drakor sudah jadi rutinitas (drama Korea).
Terkahir, apa yang ingin Ayu bagi ke masyarakat soal pendidikan dan pentingnya menjaga lingkungan?
Untuk masalah pendidikan, lebih dinikmati saja keadaan yang sedang terjadi sekarang. Banyaklah bersyukur karena meskipun di tengah pandemi, kita mendapat solusi dan masih tetap bisa melaksanakan proses pembelajaran meskipun itu dari rumah. Jaga kesehatan, kalau mau keluar rumah pakai masker, rajin cuci tangan, nikmati masa-masa belajar di rumah dengan orang tua. Dengar-dengaran orang tua di rumah. Karena masa seperti ini akan menjadi kenangan yang tak terlupakan. Dan jangan lupa juga rajin mengerjakan tugas yang diberikan guru.
Sedangkan terkait lingkungan, kita mesti tahu Indonesia termasuk penyumbang sampah terbesar kedua di lautan dunia, dan hal ini mungkin masih banyak yang belum mengetahuinya. Maka dari itu, kita perlu melakukan sebuah perubahan. Perubahan kecil yang dimulai dari diri sendiri, dengan tidak membuang sampah sembarangan, karena sering saya lihat kalau dalam perjalanan dari Kotamobagu ke Lolak, ada yang membuang sampah dari dalam mobil ke jalan seolah-olah jalan itu tempat sampah. Coba untuk para pengendara untuk tidak membuang sampahnya di jalan buanglah di tempat sampah, atau kalau ada mobil beli tempat sampah dan buang di tempat sampah yg ada di dalam mobil. Sungai, jalan, dan laut bukan tempat sampah, atau sampah itu disimpan dulu nanti menemukan tempat sampah baru dibuang. Selain itu belajar untuk hidup ramah lingkungan dengan membawa tumbler atau botol minum sendiri dari rumah dalam setiap aktivitas kita. Sehingga mengurangi penggunaan plastik sekali pakai. Itu hal kecil dan sederhana yang bisa kita lakukan untuk bumi, dan tentunya memiliki dampak besar bagi lingkungan.
Terima kasih Ayu atas waktu dan kesemptan ngobrol di Ngopi di Beranda. Semoga sukses dan bahagia selalu.
Amin. Sukses juga untuk Beranda Kota.