Ngopi di Beranda: Memimpin adalah Melayani
“Pemimpin mencapai kesuksesnya melalui pelayanan kepada orang lain, bukan dengan mengorbankan orang lain,” demikian kata H. Jakson Brown, seorang penulis Amerika yang terkenal karena buku inspirasionalnya, Life’s Little Instruction Book.
Memimpin mensyaratkan pengetahuan dan kesadaran yang mumpuni, agar kita tahu seperti apa cara menjadi pemimpin yang benar, yang dapat membaca masalah dan kesulitan mereka yang dipimpin.
Berandakota kali ini bercakap bersama tokoh muda sekaligus pemimpin yang rendah hati, Maekel Moonik. Saat ini, ia dipercayakan memimpin sejumlah organisasi pemuda yang ada di Bolaang Mongondow.
Baginya, memimpin sejatinya adalah melayani. Dengan melayani, maka tercapailah esensi dari seorang pemimpin.
Berikut adalah bincang-bincang Berandakota bersama Maekel Moonik, tokoh muda dan aktivis asal Bolaang Mongondow.
Halo, apa kabar Bung?
Puji Tuhan, Sehat.
Apa kesibukan sekarang?
Mengajar bahasa Inggris di SMA Kristen Kotamobagu.
Haruskah kita mulai interview ini dengan menggunakan bahasa Inggris ?
(Tertawa) Tidak lah. Bahasa ibu tidak kalah penting.
Baik Bung, sudah lama mengajar?
Sekira lima tahun. Sejak 2015. Sepulangnya dari menimbah ilmu di Tondano.
Dulu Bung Maekel dikenal sebagai seorang organisatoris yang mumpuni ketika masih aktif sebagai mahasiswa UNIMA. Bisa cerita sedikit perjalanan berorganisasi saat mahasiswa?
Awalnya karena melihat senior-senior saya di kampus, dan lama kelamaan mulai tertarik. Ditambah lagi saat di kampus, saya dimentori salah seorang senior untuk terus terlibat aktif di organisasi. Lumayan menyenangkan, dan akhirnya menjadi jalan juang sebagai mahasiswa. Saat di kampus dulu, saya aktif di Himaju dan BEM. Sedangkan di ekstra kampus aktif di GMKI dan KPMIBM Cabang Minahasa. Setelah selesai kuliah 2013, saya terpilih jadi Ketua GMKI cabang Tondano. Jadi saya masih menetap di sana hingga 2015 kemudian balik ke Kotamobagu.
Sejauh apa efek pengalaman berorganisasi yang panjang itu dalam hidup keseharian Anda?
Ya, minimal setelah selesai berorganisasi dan masuk dalam kehidupan nyata, kita dapat mengatur diri kita sendiri. Sebab, sifat organisasi itu kan pada dasarnya mengatur. Apalagi kalau sepeti saya yang berprofesi sebagai guru, efeknya akan sangat berguna. Kemampuan me-manage dan berkomunikasi dengan anak didik jadi lebih mudah.
Tidak tertarik masuk ke dalam pertarungan yang lebih besar, yang lebih nyata, seperti politik?
Belum sih. Dulu memang sempat ada yang menawarkan. Tapi ya itu, sepertinya saya masih butuh banyak belajar, butuh waktu juga. Siapa tahu ke depannya ada kesempatan, dan saya juga sudah siap.
Semoga, amin. Jadi sekarang kesibukan hanya mengajar?
Masih berorganisasi. (Tertawa)
Wah, saya pikir terakhir sebagai Ketua GMKI cabang Tondano?
Sekarang dipercayakan di tiga organisasi: Ketua Pemuda GMIBM Bolaang Mongondow Raya (BMR), Ketua GMKI Kotamobagu, dan Ketua DPC GAMKI Bolaang Mongondow.
Ya, tidak banyak orang yang mampu menjaga spirit organisatorisnya ketika telah terjun ke dunia kerja. Spirit Bung sudah membatu sepertinya. Baik, sejauh apa tantangan yang Bung Maekel hadapi dalam memimpin organisasi-organisasi itu, yang bisa dibilang memiliki skala yang cukup luas?
Bagi saya pribadi, tantangannya adalah berhadapan dengan perbedaan kultur yang ada di Bolaang Mongondow (Bolmong). Kita tahu kan di Bolmong tidak hanya ada satu golongan, dan setiap golongan punya kulturnya masing-masing. Maka dari itu saya harus mengakomodir semua perbedaan itu. Semisal dalam Pemuda GMIBM, ada yang dari Mongondow, Minahasa, Sanger, Bali, dan lain-lain. Yang pasti semangat melayani gereja dan masyarakat harus terus dijadikan pondasi, agar semua persoalan kecil tidak mempengaruhi tujuan yang lebih besar.
Apa yang membuat Anda percaya bahwa diri Anda mampu memimpin sejumlah organisasi itu?
Atas dasar kemauan dan keikhlasan saja. Kalau dikatakan mampu, tidak juga. Saya termasuk orang yang belajar sambil menjalankan kepercayaan memimpin. Prosesnya di situ. Dan hampir semua pengalaman yang saya dapatkan sedari awal membuat saya punya kemauan. Di sisi lain, di kampus kita belajar teori, di organisasi kita ditantang berhadapan dengan dunia nyata.
Anda kan bisa dikatakan seorang aktivis, artinya orang yang banyak bergelut dengan hal-hal yang sifatnya pendidikan sosial. Bagaimana Anda melihat isu toleransi di negara kita?
Itu terkait juga dengan masalah radikalisme, saya kira. Di mana, ideologi kembali dibicarakan, padahal kita sudah melewati fase itu, fase di mana sudah dilakukan oleh para founding fathers kita. Dan ini meresahkan semua kalangan, tidak hanya kalangan mayoritas-minoritas. Terkait isu toleransi, harusnya terus jadi top up sebagai tawaran isu dan solusi, sebab ada kelompok-kelompok tertentu yang coba mengancam ikatan kebangsaan kita. Selain itu, saya sangat salut dengan NU yang menjadi garda terdepan menjaga NKRI, meskipun mereka harus berhadapan langsung dengan kekuatan besar itu.
Benar. Persoalannya juga menjadi krusial ketika ada kelompok-kelompok tertentu mengaku mewakili semua orang atau semua yang seagama dengan mereka dan menyatakan bahwa mereka tertindas dan dipinggirkan.
Iya, padahal karena rekam jejak mereka sehingga pemerintah mengambil kebijakan. Kami di organisasi Kristen, sangat berterima kasih kepada NU dan Muhammadiyah karena terus berhadapan langsung dengan mereka. Harapan saya kita harus sama-sama menjaga bangsa ini, karena ini kepentingan kita semua, kebaikan kita semua.
Sepakat, itu esensinya, kepentingan kita semua. Bukan hanya kepentingan kelompok-kelompok tertentu. Tapi saya melihat bahwa kisruh soal radikalisme dan hal-hal terkait dengannya, berakar pada pemahaman soal toleransi. Bagaimana Anda memahami konsep toleransi itu sendiri?
Toleransi itu mensyaratkan semua pihak, baik mayoritas maupun minoritas, untuk saling menghargai dan memahami. Jadi tidak hanya sebagian pihak. Dasarnya jelas, hak. Semua orang berhak melakukan apa yang menjadi hak mereka. Tidak ada paksaan. Meskipun ada batas-batas di mana beberapa agama melarang hal-hal yang sudah masuk dalam wilayah yang sifatnya sakral.
Demokrasi memang menjamin semua itu, yakni kebebasan beragama dan saling menghargai antarsesama.
Seperti itulah.
Melihat situasi pandemi hari ini yang menyebabkan banyak krisis di hampir semua bidang, sejauh mana itu mempengaruhi kehidupan Anda?
Kebersamaan. Di mana ketika itu lerai akibat pandemi, emosi kita juga berubah. Saya merasakan itu. Demikian juga dalam urusan pendidikan. Saya kan guru, dan kita tahu kebijakan belajar dari rumah mengubah tata cara belajar adik-adik kita. Dulu belajar kita bertatapan langsung di kelas, saat ini kita bertatapan lewat daring. Dan itu terasa berbeda, membuat kita harus beradaptasi dengan segala cara.
Banyak hal yang hilang dari hidup kita. Tak lagi seemosional dulu.
Iya, kita tidak lagi sering berkumpul seperti dulu. Kita jadi sangat berjarak.
Apakah itu juga berefek di organisasi kepemudaan yang Anda pimpin?
Jelas. Meskipun di organisasi agak longgar. Tidak seperti dalam pendidikan, di mana kebersamaan itu menjadi hal yang penting.
Bisa ceritakan sedikit aktivitas dan kegiatan apa saja di salah satu organisasi yang Anda ketuai, semisal di Pemuda GMIBM?
Untuk aktivitas, jangkauannya tidak hanya sampai pada pelayanan gereja tapi juga pelayanan masyarakat. Sebab sebagai warga negara, kita juga kan harus saling berbagi dan berkontribusi di masyarakat. Sebelum pandemi, kami sering mengadakan kegiatan perkemahan pemuda, di mana ada bakti sosial di dalamnya. Antara lain melakukan bersih-bersih di semua tempat ibadah, dan juga berbagi bantuan sosial bagi mereka yang membutuhkan. Dan bantuan sosial ini tidak hanya terbatas untuk kalangan jemaat gereja saja, tapi semua.
Salut. Bisa dibilang pelayanan pada gereja dan masyarakat sama-sama berjalan. Nah, kalau boleh tahu, seperti apa Anda melihat problem anak muda kita saat ini, yang mana jika tidak segera diselesaikan, akan menjadi masalah laten di tahun-tahun mendatang?
Saya pikir soal sumber daya manusianya atau SDM. Dunia kita sudah hampir serba digital. Kalau anak muda kita tidak dibekali dengan itu, bisa-bisa ketinggalan. Jangan sampai robot menggantikan kita karena kita tidak mampu beradaptasi. Ke depan, pemuda nanti yang akan mengisi tempat-tempat itu.
Apakah itu ada hubungannya dengan model pendidikan, kultur, atau seperti apa?
Ada banyak faktor. Antara lain memang kultur dan pendidikan. Kalau tidak segera ditangani, bisa berefek jangka panjang.
Betul. Kalau Pemuda GMIBM sendiri, apakah ada upaya mendobrak itu?
Di Pemuda GMIBM, ada program yang dinamakan Latihan Kepemimpinan Pemuda Gereja (LKPG). Dalam program itu, ada jenjangnya: latihan dasar, menengah dan lanjutan. Tiga tahap ini harus dilalui, dan terdapat banyak materi di dalamnya. Antara lain mengembangkan bakat dan minat tiap orang, entah di seni, pendidikan, bisnis, atau di teknologi. Sebab memimpin ini kan bukan hanya perkara yang ada dalam organisasi, tapi juga perkara bagaimana memimpin diri sendiri.
Di balik semua kesibukan yang ada, Anda punya hobi apa?
Musik. Saya suka main piano dan gitar. Sebenarnya saya bercita-cita masuk jurusan seni musik saat mau kuliah. Karena waktu SMA dulu hobi sekali main gitar.
Mengapa saat kuliah mengambil jurusan guru?
Entahlah. Terinspirasi juga dengan kakak saya yang guru bahasa Inggris. Saya pikir juga bahasa Inggris punya seninya tersendiri, dan itu hal baru. Saya sudah tahu main musik, bagaimana kalau saya juga tahu bahasa Inggris, begitu pikir saya.
Terakhir, apa harapan Anda sebagai tokoh pemuda untuk masa depan anak muda kita di Bolaang Mongondow?
Harapan saya sebagai pribadi adalah kita semua sama-sama memikirkan bagaimana anak muda kita bisa belajar terus mengembangkan diri mereka demi masa depan yang semakin menantang. Seperti soal SDM tadi, kita harus mengajak pemuda kita untuk tidak berdiam diri dalam satu lingkaran, tapi juga harus ke luar lingkaran. Artinya, untuk setiap pemuda, belajarlah banyak hal sejauh itu bermanfaat untuk diri kita.
Terima kasih atas waktu dan kesempatannya, Bang, sudah hadir di Berandakota. Semoga sukses dan sehat selalu.
Sama-sama. Sukses juga untuk teman-teman Berandakota.