Perihal Cinta dan Penderitaan Yang Dinikmati

0 584

BERANDAKOTA—”Selalu ada kegilaan dalam cinta. Tapi selalu ada alasan dalam kegilaan. ” -Friedrich Wilhelm Nietzsche

Banyak orang yang telah jatuh cinta, dan ada banyak puisi, film, dan lagu populer tentang cinta. Namun, apa itu cinta? Bagaimana anda tahu bahwa anda benar mencintai seseorang dan tidak mencintai seseorang ?

Pengalaman mungkin adalah alasan yang paling kuat. Kita merasakan emosi yang aneh–semacam doroangan irasional untuk berbuat sesuatu kepada seseorang yang kita pikir adalah orang yang kita cintai. Bahkan para pemikir Yunani disibukkan dengan pertanyaan-pertanyaan seputar cinta dan perihal definisi yang tepat untuk menggambarkannya. Dalam bahasa Yunani, setidaknya ada tiga kata yang menerangkan kata cinta, yakni eros, agape, philia.

Eros adalah jenis cinta yang menunjukkan hasrat seksual. Eros awalnya mengacu pada jenis cinta di mana seseorang merasakan keinginan yang penuh gairah pada suatu objek. Dalam kebanyakan kasus, itu disematkan untuk gairah seksual. Eros juga bisa disebut sebagai cinta berdasarkan hasrat atau semacam jenis cinta egosentris. Penjelasan ini pada dasarnya tidak semata merujuk pada aspek seksual sebagaimana uraian Platon tentang pemahaman eros dalam ‘Simposium. Di sini Socrates percaya bahwa hasrat seksual adalah respon yang tidak cukup jika semata berdasarkan kecantikan.

Berbeda dengan eros, cinta agape adalah cinta tanpa syarat, atau cinta ilahi. Cinta agape terutama berasal dari tradisi Kristen yang mengacu pada jenis cinta yang Tuhan miliki untuk manusia. Oleh karena itu, ini adalah semacam cinta tanpa syarat yang dibagikan di antara semua orang. Ini bersifat spontan dan tanpa motivasi. Tuhan mencintai setiap manusia dalam proporsi dan cara yang sama. Tidak ada individu yang lebih dikasihi dari pada orang lain di hadapan Tuhan. Cinta agape konon juga merupakan perpanjangan dari jenis cinta yang harus kita miliki satu sama lain. Ia menciptakan nilai pada objeknya daripada menerima cinta lewat objeknya. Oleh karena itu, jenis cinta ini dikhususkan untuk menciptakan persekutuan antara manusia dan Tuhan.

Cinta philia, di sisi lain, berarti cinta terhadap teman, keluarga, mitra bisnis, atau bahkan seorang negarawan. Sama seperti eros, cinta philia juga umumnya responsif terhadap kualitas baik dalam suatu objek atau seseorang. Tapi mungkinkah keintiman seksual menjadi satu-satunya pembeda antara persahabatan dan cinta romantis? Bahkan menjadi lebih sulit untuk membedakan antara philia dan eros ketika kita menghilangkan gagasan keterikatan seksual pada eros.

Makna cinta berbeda dari satu situasi ke situasi lainnya. Misalnya, kecintaan pada sepak bola mungkin hanya menunjukkan bahwa saya sangat menyukai sepak bola. Di sisi lain jika saya mengatakan saya akan senang menjadi seorang ayah, itu berarti saya akan sangat senang terlibat dalam kegiatan sebagai seorang ayah. Ini juga bisa berarti bahwa saya menghargai peran sebagai ayah. Namun, jika saya mencintai pasangan saya, itu menunjukkan sesuatu yang sama sekali berbeda dari tiga definisi cinta di atas. Ini adalah jenis perhatian berbeda yang tidak dapat dengan mudah dikaitkan dengan hal lain.

Persoalan ini menjadi rumit ketika anda misalnya ditanya mengapa mencintai istri atau pacar anda dan kemudian anda menjawab, ‘karena dia cantik, pintar, suka baca buku, penyayang’. Jika alasannya demikian, mengapa anda tidak mulai mencintai orang lain yang memiliki banyak sifat yang sama? Dan mengapa orang lain tidak mencintai istri atau pacar anda jika mereka setuju bahwa alasan anda bagus?

Dua Pertanyaan tersebut membawa kita pada pertanyaan yang lebih kompleks lagi: apakah cinta punya sisi universal? Jika iya, mengapa tidak semua orang mencintai istri kita dengan seluruh alasan yang kita punya? Dan mengapa kita tidak mencintai orang lain dengan karakter yang sama bahkan lebih?

Kerumitan ini kemudian banyak diambil alih oleh para penyair dan sastrawan. Mereka seolah ingin mengurai kompleksitasnya dengan diksi yang memikat bahkan agak gelap dan menakutkan. Pemandangan praktik percintaan yang mengemuka dari sepasang manusia dalam sejarah menunjukkan bawah cinta dapat menenggelamkan sekaligus menyelamatkan. “Find what you love and let it kill you,” demikian kata penyair dan novelis Amerika, Charles Bukowski.

Seperti kisah tragis Cleopatra dan Anthony yang mekar di tengah kutukan warga Romawi. Mereka tetap menikah. Hingga pada akhirnya Anthony berperang melawan Roma dan mendapat berita palsu atas kematian Cleopatra. Ketika mendengar berita tersebut, Antony mengakhiri hidup dengan pedangnya sendiri. Mendengar kabar itu, Cleopatra pun melakukan hal yang sama.

Ada banyak sekali kisah serupa yang menolak untuk kita pikirkan secara rasional. Sesekali cinta kata orang menyelamatkan, melengkapi hidup, dan merupakan kebahagiaan tertinggi manusia. Tapi betapapun ia membahagiakan, kesalahan yang lahir dari cinta bisa menjelma kebencian yang berapi-api dan sulit untuk dipadamkan. Entah karena cinta merujuk pada makna pemberian dan penerimaan seutuhnya yang–ketika gagal–akan kehilangan seutuhnya.

Cinta begitu dekat dengan manusia dan nyaris tak bisa dikuasai ketika ia datang. Seseorang akan merasakan kegembiraan sekaligus kerinduan yang melimpah ketika ia jatuh cinta. Bahkan ia rela mati berkali-kali atas nama cinta. Cinta membuat seseorang dengan tabah melihat chat Whatsapp-nya berstatus centang dua berwarna biru tanpa ada balasan.

Dengan demikian, cinta begitu diidamkan tapi tidak sidikit tangisan yang dilahirkannya. Seolah cinta seperti sosok pribadi yang dingin, yang menyihir segenap hati manusia sehingga tenggelam dan berhenti bernafas.

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.