Secangkir Kopi Pinogu, Dan Empat Puisi Lainnya Djefri Bantahari

0 656
BERANDAKOTA-

 

Secangkir Kopi Pinogu

 

Tuan, ini kopi Pinogu
tumbuh dari suaka segala suara
: bising knalpot, televisi yang mempertontonkan aib negeri,
serta riuh diskusi politik menjelang Pemilu.

 

Tuan, kopi ini serupa kopi yang
dibedah Ibnu Sina.
ada caffeine di dalamnya. mampu mencegah kantuk
namun tak bisa mencegah intrik
dalam dunia politik

 

Tuan, ini hanya kopi Pinogu.
Jika minum bersama para penyair
akan Tuan temukan kejujuran kata
yang lama disekap penguasa.

 

Tuan, silakan diminum kopinya.
sebelum menjadi lebih dingin
dari hati para tiran.

 

26/03/2019

 

Kopi Di Ujung Senja

 

Selalu pagi senyum yang jadi nyamanku, Audrey.
Selalu lebih bahagia meski
Saling kesepian, sebelum ini.
Sebelum kopi di ujung senja berhasil menyatukan

 

Persis seperti mata kanak-kanak pada purnama
14 malam atau seperti Sahabat NOAH mendengar
‘Wanitaku’ di album Keterkaitan Keterikatan.

 

Audrey, yang sampai di kedua mataku
Bukan hanya keramaian Pantai Pohon Cinta
Tapi paragraf rindu yang kini sepenuhnya milikmu.
Kau berhasil layaknya Kedai Kiri
Pada setiap pengunjungnya

 

10/07/2019

 

Kerelaan

 

Sebelum Agustus tiba, kuingin semua mengalir
Hingga ke laut. Hingga tak ada tempat yang sempat
Menjadi kenang menyesaki jiwa.

 

Apa kabar yang telah menjadi “kini”?
Tentu malammu tak lagi beraroma sepi
Berhasil menjadikanku abu
paling kecut. diri paling benci

 

Hidup hanyalah kopi, layaknya janji yang pernah terucap
Dan kita harus berakhir: saling mengingkari
Kita masih dekat, hanya berjarak pada ingatan

 

12/07/2019

 

Di Hadapan Kopi

 

Di hadapan kopi
kita hanyalah pengunjung Kedai Kiri
sekadar singgah mencari jawaban
beberapa tanya semisal “Mengapa mesti bersama?”
barangkali malam tak menawarkan
perayaan getir tanpa enggan
lebih dari cangkir
: rindu yang terusir

 

Di hadapan kopi
air mata tak berguna melarutkan malam
sebab malam tak lebih dari pengingkaran
atas rasa yang kembali biasa
: telah saling bosan

 

Mari, kuantar pulang!
meski harum Arabika masih menawan
esok senyummu harus lebih candu
dari kopi jenis apa pun.

 

04/04/2019

 

Pinta pada Pertemuan Kita Nanti

 

Kau tahu efek samping minum kopi?
: merindukanmu

 

Kopi dan bola matamu
serupa penyair dan puisinya
jari manis dan cincin pernikahan yang diimpikan
atau apa pun yang bisa merangkum kerinduan
Buatkan secangkir untuk kusesap, Audrey!

 

27/05/2019
Penulis: Djefri Bantahari

 

Djefri Bantahari, lahir di Pohuwato, Gorontalo. Buku puisinya yang telah terbit Lupa (2017) dan Pantai Pohon Cinta (Agustus 2020). Tahun 2018 kumpulan narasi pendeknya Sepilihan Cerita Luka terbit. Sejumlah puisinya tergabung dalam antologi puisi bersama: Ku Rindu Surgamu (2017); Kita, Kota, Kata (2019); Rindu (2019);  Sesudah Zaman Tuhan (Mei 2020); Tujuh Belas (Agustus 2020) dan Langit & Samudra (Agustus 2020). Sebelumnya pada November 2019, Cerpennya Pilihan Hidup tergabung dalam antologi bersama Setelah Ayah Pergi dan Kisah-Kisah Lainnya yang diterbitkan oleh Kantor Bahasa Gorontalo. Saat ini bekerja sebagai tenaga pendidik di SMP Negeri 2 Wanggarasi, Pohuwato. Dapat dihubungi via surel: djefribantaharipart2@gmail.com. Nomor HP: 0822-9188-4708 (WA).

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.